Jazz Sebagai Hidup
Sekelompok orang yang ingin memasyarakatkan musik jazz melalui berbagai bentuk event adalah definisi yang diberikan Dwi Cahya Yuniman tentang KlabJazz yang didirikannya tanggal 9 Mei 2004 di Tobucil sebagai salah satu bentuk klab hobi dari sekian banyak yang ada.
Penyaluran hobi terhadap musik jazz dilakukannya dengan melakukan kumpul bersama teman sesama penikmat jazz. Awalnya kegiatan dilakukan secara berkala setiap minggu, namun kendala sepi peminat dan kecapekan akibat mengurus event menjadikan aktivitas KlabJazz terhenti. Pertemuan biasanya diadakan setiap hari minggu sore untuk apresiasi musik jazz, yang hingga saat ini telah diisi dengan pemutaran video-video jazz, diskusi musik yang dibantu oleh seorang pakar jazz nasional, alm. Bapak Sudibyo PR., dan penyelenggaraan beberapa pertunjukan musik jazz. Selama ini pertemuan mingguan KlabJazz diselenggarakan di sebuah tempat yang dinamakan Common Room, tapi karena Tobucil sendiri sudah pindah, KlabJazz belum memiliki tempat berkumpul lagi sekarang.
KlabJazz lebih banyak mengambil peran sebagai event organizer non-profit, uang bukan hal yang terlalu penting, bagi Niman yang paling penting adalah acara yang berjalan sesuai keinginan dan mendapat kepuasan batin sesudahnya. Salah satu acara yang cukup menarik perhatian adalah Bandung Jazz Statement, pertama kali diadakan tahun 2004 bertempat di Common Room, KlabJazz memotori dikumpulkannya musisi-musisi jazz Bandung untuk berkonser di satu tempat, rencananya acara ini akan rutin diadakan setiap tahun.
Sebelum mendirikan KlabJazz, Niman sempat bekerja sebagai Pengkusada di sebuah klinik Rei-ki, namun waktunya lebih tercurah pada kegiatannya di KlabJazz. Sekarang dia memiliki rencana untuk membuat buku tentang jazz, sedang dalam proses pengerjaan, yang membahas sejarah, komunitas, sampai perjalanan dan suka duka di dunia jazz. Pria yang mengaku masih lajang ini sekarang tinggal dengan ibunya, Niman mengakui ke’lajang’annya membuat dia leluasa di KlabJazz. ”Entah karena KlabJazz aktif saya lajang, atau karena KlabJazz aktif saya lajang terus”, ujarnya berkelakar.
Diakuinya animo warga Bandung terhadap jazz dianggap semakin meningkat walaupun tidak seperti yang digambarkan orang, ”Orang hanya menilai dan memprediksi dari event Java Jazz”, tambahnya. Bagi orang-orang tertentu, apa yang kita asumsikan sebagai jazz belum tentu mereka anggap sama, kemudian Niman menilai apa yang dialaminya pasti dialami orang lain sehingga niat ingin memasyarakatkan bahwa jazz itu beragam semakin kuat di hatinya. Baginya jazz sama seperti kesenian semacam tari barong, wayang golek, tango, dangdut, dan lainnya, jazz adalah milik dunia, jazz memamg musik eksklusif atau yang dinikmati secara eksklusif atau subjektif.
Arti jazz
Kata jazz sendiri memiliki arti, ”Musik Amerika yang berkembang dari lagu-lagu agama dan duniawi, juga musik populer lainnya serta diberi karakter dengan improvisasi, sinkopasi ritme, permainan ensemble yang kontrapunktual. Dimana jazz menampilkan melodi khusus seperti nada-nada setengah, nada-nada blues yang menjadi ciri khas musisi individual”.
Sejarah awal kemunculan jazz merupakan pertemuan musik tradisi kulit hitam Afrika dan tanpa sadar dibawa oleh budak belian yang didatangkan ke Amerika, berbenturan dengan musik tradisi Eropa yang dibawa oleh imigran sampai akhirnya menciptakan sebuah karya baru yang merupakan akibat dari perlakuan warga kulit putih terhadap kulit hitam.
”Kata jazz diminati banyak orang tapi tidak dengan musiknya, mulai dari merk mobil, klub basket, bahkan sampai merk t-shirt memakai kata jazz”, ujar Niman. Contohnya, jika sedang menyelenggarakan acara seringkali owner meminta padanya agar orang dibuat tahu kalau di tempat itu akan ada pertunjukkan musik jazz, tapi pertunjukan dibuat seminim mungkin unsur jazz, katanya agar para pengunjung tidak cepat bosan dan cepat pulang.
Bagi Niman sendiri jazz membuat matanya terbuka luas, musik yang dulunya hanya sekedar hiburan, sekarang ini bisa dianggap sebagai musik apresiatif, yaitu musik yang bisa memicu cita rasa estetik akan suatu karya entah itu disadari atau tidak. Keingintahuan tentang hidup juga terusik karena musik ini, menurutnya improvisasi terhadap jazz adalah ikhtiar, karena pada dasarnya semua manusia itu sama, yang membedakan hanya daya upayanya saja.
Terjadi salah tafsir di kalangan anak muda jaman sekarang tentang jazz, jika ditanya siapa musisi jazz yang mereka suka maka jawabannya tipikal musisi seperti Incognito dan Jamiroquai, walaupun memang ada unsur jazz di dalam musik mereka tapi itu hanya sedikit sekali, terjadinya hal itu dianggap karena terlalu diekpos oleh industri dan media.
Salah kaprah juga terjadi pada mereka yang menganggap kalau yang bermain di Java Jazz adalah jazz, padahal seperti festival jazz lainnya yang dimainkan di dalam itu 40% non jazz, yang tadinya di toko cd dan kaset ditaruh di rak pop, akhirnya pindah ke rak jazz. Hal-hal seperti itulah yang dianggap Niman mendorong kesalahpahaman.
Menurutnya jazz itu lebih ke ’how to’ bukan ’what to’, lebih ke bagaimana memainkannya bukan apa yang dimainkan atau siapa yang memainkan. Misalnya saja George Benson, dia membuat tiga album jazz maka dia langsung dicap sebagai gitaris jazz, padahal tidak semua albumnya bernuansa seperi itu, karena jazz itu lebih kepada sebuah pilihan, kalau sekarang ingin memainkan jazz ya mainkan.
”Perjalanan” Niman
Pria yang memiliki kebiasaan berjalan kaki jika bepergian serta hobi membaca dan menonton film ini mengatakan kalau dirinya adalah orang yang memiliki prisip ’hidupi saja hidup ini’, semuanya dibiarkan berjalan apa adanya. Jika ditanya menyukai musik jazz maka Niman akan menjawab kalau itu bukan suatu pilihan dan kadang-kadang kita tidak perlu menjelaskan pada orang lain.
Keluarga sendiri tidak ada yang menonjol dalam hal menyukai dan apresiasi musik sepertinya. Selain jazz, Niman juga suka mendengarkan musik rock, kelas 4 SD dia sudah mulai mendengarkan musik rock, dan mulai mendengarkan jazz saat kelas 3 SMP, dari sana dia mengungkapkan istilah rock jazz dan jazz rock, kalau jazz rock adalah musik rock yang memiliki elemen jazz maka rock jazz berarti sebaliknya, tapi jangan sampai kita menganggap istilah tadi sebagai suatu aliran musik yang baru.
Dalam perjalanannya, pernah pada suatu masa dia menyukai warna musik yang berunsur jazz rock namun kemudian beralih menyukai jazz yang akustik, masa dia menyukai satu warna tertentu dan kemudian beralih menyukai warna lainnya, yang tadinya tidak suka menjadi suka, semua hal telah berputar dalam pikirannya. Dari sekian banyak warna musik yang disukai, yang paling sulit adalah menemukan teman yang bisa diajak bicara tentang jazz.
Dulu, saat internet dan teknologi belum secanggih sekarang, penyaluran terhadap keinginan mencari tahu lebih dalam tentang jazz dilakukannya dengan jalan mencari buku dan majalah ke toko-toko, ”Saya juga mendengarkan album yang orang lain belum tentu dengar, tapi itu semua karena keingintahuan”, ujarnya. Setelah ada internet kemudahan mengakses hal yang berhubungan dengan jazz semakin mudah saja.
5 Comments:
Artikelnya bagus,
saya suka Jazz tapi entah kenapa tidak pernah dapat mengerti. Hehhe..
Itulah kenapa hanya mendengarkan sebagian saja,
ya saya suka dengan musik jazz,,karena aliran musiknya oke
saya cukup menyukai jazz,,
gerakan yg hampir sama dengan yg dilakukan komunitas jazz kemayoran!
tp klo d'lihat2 kini jazz bisa menjadi mainstream d'kalangan yg tidak mengerti jazz!
mereka hanya menganggap jazz itu 'keren' tanpa mngtahui dan menikmati musik jazz itu sndiri!
umm..maka artikel ini saya rasa bisa membuka mata tentang musik jazz itu sndiri!
thx
bageussssssss!!!
i love jazz....
bagu bgt artikelnya,,
kebetulan saya suka bgt jazz..
:)
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home