Image Hosted by ImageShack.us

Strawberry Short Cake

Make Your Days Happier

Wednesday, January 21, 2009

Mengembaralah Selagi Masih Muda

Peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya diabadikan kedalam lagu, itulah Iwan Ridwan Armansyah Abdul Rachman yang akrab disapa Abah Iwan. Hal itu yang membuat setiap kali lagu-lagu tersebut dinyanyikan kembali, peristiwa batin itu akan terasa kembali. Bukan untuk nostalgia, hanya mengembalikan suasana batin dan dokumentasi dari perasaan saat itu.


Masa kecil Abah sudah terbiasa di bawa oleh ayahnya Abdul Rachman, ke hutan Jayagiri. Oleh karena itu ketika ia beranjak dewasa menuliskan lagu melati Jayagiri. Karena dari dulu sudah terbiasa melihat bunga-bunga dan binatang-binatang kecil.
Lelaki kelahiran 3 September 1947 ini sejak SD hingga SMP ikut serta dalam kepanduan, tetapi pada tahun 1960 Bung Karno merubah pandu menjadi pramuka. Supaya terlihat lebih Indonesia, nuansa kehidupan tahun 1964 sangat politik sekali, sehingga kecenderungan kepanduan diarahkan untuk kepentingan politik.
Sedangkan Abah dan pandu-pandu yang murni akhirnya berhenti, lalu teman-teman dari ITB, IKIP sekarang UPI, dan UNPAD, mendirikan wanadri. Saat itu Abah masih SMA dan bergabung bersama wanadri, pada saat itu lahirlah lagu balada seorang kelana. Dikenal pada saat itu angkatan singawalang – srikandi 1964, singawalang diambil karena saat Abah dan kawan-kawannya tersesat di gunung banyak terdapat pohon singawalang.
Pada saat itu jarang sekali wanita yang suka naik gunung, tetapi untungnya, kakak , adik, dan keponakan Abah yang bejumlah 8 orang ikut serta masuk wanadri. Lahirlah angkatan srikandi yang berarti wanita yang perwira, mempunyai tujuan mengorbankan dirinya untuk kepentingan bangsanya.
Tahun 1965 Abah pernah masuk PMB (Perhimpunan Mahasiswa Bandung) Yang anggotanya diantaranya Wimar Witoelar, Rachmat Witoelar, dan Sarwono. Di PMB diajarkan kepemimpinan kemahasiswaan. Tetapi kegiatannya lebih sering pesta, satu minggu sekali acaranya dansa-dansa dan main band.
Tahun 1966, begitu lulus dari wanadri Abah bisa menjadi pelatih, dan pengembaraan di gunung di sadari atau tidak memberi pengaruh pada bentuk karakter pribadi seseorang, dan itu sebenarnya merupakan timbal balik. Di gunung itu tantangan, dan orang yang menggemari tantangan mempunyai tipikel kepribadian. Saat itu usia Abah masih 17 tahun, tetapi saat Abah mendengar suara angin dan kemudian Abah berbicara kepada kawan-kawannya yang pada saat itu sedang putus asa di gunung “Di daun angin berbisik hey kelana tabahkan hatimu tuhan selalu bersertamu”.
Karena alam memberikan pelajaran secara gamblang, tidak perlu filosofi dan kepekaan. Tiap malam minggu saat Abah masih mahasiswa selalu pergi ke gunung, untung sekali di Bandung gunung dekat dan jalan kaki pun bisa sampai. Dari dulu orang menganggap rendah pendaki Tangkuban Perahu – Burangrang, saat mahasiswa ingin ke Himalaya tidak punya uang, dan ke Semeru pun susah.
Namun setelah dewasa dan mempunyai sedikit uang dari main band, baru bisa ke Surabaya naik ke Semeru. Jadi menurut Abah kalau ke Himalaya masih jauh why not kenapa tidak ke Tangkuban Perahu – Burangrang yang dekat. Dari pada kita menyusun ekspedisi selama setahun, tapi tidak kemana-mana, lebih baik kita setiap minggu pergi ke gunung yang dekat saja. Abah tidak percaya jika orang harus cinta alam, sebenarnya bawa saja orang tersebut main ke gunung, tetapi bawa yang menyenagkan. Maka setelah ia senang terhadap gunung, hal-hal berat yang ia hadapi di gunung jadi terasa ringan.
Pada tahun 1978 kampus diduduki oleh tentara dari Siliwangi, tetapi arogansi kekuasaan itu mengusir kita dari kampus. Pada saat itu pandangan politik bahwa kampus bisa membahayakan kestabilan Negara, ITB dan Unpad pun di duduki. Sebagai mahasiswa Abah menuliskan perasaan itu pada lagu almamater “Kan kutunjukan padamu, kan kubuktikan padamu, rasa bangga dan baktiku almamater, jangankan keringatku, darahku pun kurelakan, guna baktiku padamu almamater”. Abah mempunyai kesimpulan memang hasil bukan urusan kita, kita hanya melaksanakan kewajiban-kewajiban kita. Sesuai dengan amanah yang kita miliki dan tidak mungkin seragam, setiap orang pasti punya peranan.
Sewaktu di selasar sunaryo, Andi Malarangeng datang kesana untuk peluncuran bukunya, Abah diundang hadir untuk menerima buku dari Andi Malarangeng. Sebagai simbol bahwa Abah sebagai perwakilan dari orang Bandung, bersama Syafik Umar pimpinan Pikiran Rakyat untuk membahas buku tersebut. Kemudian Abah berbicara pada acara tersebut “eksistensi kamu sebagai manusia itu berguna banyak bagi orang di sekitar kamu, tidak perlu mencoba menjadi sesuatu, baru berguna seperti orang lain, bahwa kita eksis sesuai amanah yang diberikan kepada kita, bakat, talenta, eksistensi kita saja sudah berguna bagi lingkungan kita.”
Sikap yang kita miliki, Sadar diri, dan sadar lingkungan itu merupakan kunci seorang pengembara, kalau kita mengembara dan tidak aware bisa masuk jurang kita. Abah selalu bilang kepada teman-teman tidak usah masuk wanadri, kalau masuk wanadri itu tidak mempertajam keagamaan, dan tidak usah nyanyi kalau nyanyi itu tidak mempertajam keagamaan, karena itu merupakan kesia-siaan.
Komitmen itu bagi Abah merupakan salah satu ciri dari taqwa, komitmen itu merupakan salah satu hal yang menyebabkan kita bisa berhubungan dengan orang lain secara bermutu. Menurut sahabat abah dari wanadri, Anwar Johar angkatan tapak lembah-kayu api 1993, sosok Abah Iwan baginya bukan hanya sekedar sahabat, tapi sekaligus guru bahkan orang tua bijak. Setiap kali mendengarkan Abah berbicara, baik di tempat latihan, hutan, atau forum-forum resmi, selalu ada yang bisa di petik hikmahnya dan merasa tercerahkan. Beruntung dan bangga sekali bisa mengenal Abah, pesan-pesan dan gagasan Abah sarat dengan nilai-nilai yang menyentuh berbagai aspek kehidupan dan realistis.
Gaya bahasa yang beliau sampaikan lugas, tegas, sederhana dan mudah dipahami, namun tidak mengurangi ketajaman maksud yang disampaikan, dengan di dukung oleh pengalaman hidup beliau dan wawasan yang luas dan mendalam. Sosok yang rendah hati, tegas, disiplin dan berani menyampaikan bahwa benar itu benar dan salah itu salah, tidak pandang bulu, dari kalangan mana yang Abah hadapi untuk menyampaikan kebenaran.
Yang selalu saya ingat perkataan Abah adalah : komit terhadap waktu, komit terhadap amanah, tugas dan tanggung jawab yang diemban, menghargai sesama siapapun orangnya. Sedikit tidaknya Abah telah menberikan warna dan kontribusi untuk ikut membangun nusa dan bangsa, yang mestinya menjadi tauladan bagi kita, khususnya bagi saya.
Menurut Abah seharusnya pelajaran pertama bagi seorang komunikator adalah the power of listening “kemampuan mendengarkan itu sebenarnya akan membuat kita antusias terhadap sesuatu” itu yang Abah dapatkan saat ia ikut sekolah perang di Alabama. Abah pernah diundang pada saat keuskupan seluruh jawa di lembang untuk membahas soal agama. Tetapi di sana Abah disuruh menyanyikan lagu renungan ramadhan, yang ternyata banyak diminati oleh pastur-pastur, karena menurut mereka isinya menginspirasi sekali tentang alam.
Kemudia menurut Eric Martialis sahabat Abah dari wanadri, angkatan kabut singgalang-bunga manik 1976, sekaligus produser dari album-albumnya Abah, menurutnya Abah merupakan orang yang baik juga sebagai sahabat yang baik, selain itu juga sebagai guru silat yang latihan seminggu tiga kali, juga sebagai mentor di wanadri, Abah juga dulu sama-sama kuliah di pertanian Unpad meskipun terpaut perbedaan umur Sembilan tahun dengan saya tetapi Abah tidak pernah melihat dari hal itu, Abah memperlakukan siapapun sama saja tidak dibeda-bedakan.
Tidak ada orang yang berani yang ada adalah orang yang mampu mengatasi rasa takut, harapan Abah untuk para anggota wanadri yang masih muda “mengembaralah”, tetapi jangan dengan pikiran dan diskusi, harus dengan praktek pergi ke hutan, gunung, yang dekat saja dulu. Karena kalau menggunakan pikiran, pada saat kita terdesak hutan bisa saja kita tebang karena keserakahan. Ada istilah tidak ada prajurit yang terlatih, yang ada adalah prajurit yang selalu berlatih. Menurut Abah wanadri tinggal di kota Bandung, lambang kota Bandung, Pemda, dan Jawa Barat itu gunung Tangkuban Perahu, tetapi mereka tidak kenal gunung Tangkuban Perahu yang jadi lambang kotanya sendiri. Hanya kenal dari jauh, dari pikiran-pikiran, tapi pernahkah mereka tidur di sana.
Tahun 1973 Abah pernah diundang ke Akabri di Magelang, disana Abah menyanyikan lagu balada seorang kelana hanya saja sebagian liriknya diganti menjadi balada seorang taruna “Hey taruna tabahkan hatimu tuhan selalu besertamu” dan lagu itu bisa membesarkan hati mereka. Sekian puluh tahun kemudian Abah diundang pertemuan reuni angkatan 1973 di Cilangkat, banyak Jendral-Jendral berkumpul di sana, kemudian ada salah satu orang yang menghampiri Abah, dia berkata “saya dulu taruna yang mendengarkan lagu balada seorang taruna dan itu menabahkan hati saya sampai akhirnya saya bisa menjadi presiden seperti sekarang”, ternyata salah satu taruna tersebut adalah Yudhoyono.
Abah bersyukur bila ternyata yang ia kerjakan bisa memberi hikmah kepada orang lain, pernah ada seorang wanita yang sudah putus asa dan lumpuh, kelumpuhannya naik pelan-pelan, lagu mentari memberi inspirasi akan ketabahan baginya, sampai pada akhirnya wanita tersebut meninggal, wanita itu ingin bertemu dengan Abah tetapi tidak sempat.
Lagu lain yang memberikan spirit adalah lagu Pasukan garuda, lagu tersebut bisa memberikan spirit sehingga mereka lebih tahan di sana untuk menjalankan tugas. Sehari sebelum Abah latih di 328 wanadri menelefon, ia berkata “sekarang saya sudah menjadi Kolonel Komandan Pasukan Garuda”. Ternyata lagu tersebut memberikan spirit yang besar baginya.
Abah sekarang hanya tinggal berdua dengan istrinya Ny Djawarsih Sariawati, Dokter dan Staf pengajar Fakultas Kedokteran Unpad, anaknya sudah mencar-mencar, anak yang kedua Agung sekarang tinggal di Jakarta, Agung pun salah satu penggagas bike to work di Jakarta, karena Agung pergi ke kantor menggunakan sepeda dari Pondok Indah ke Kebon Sirih. Anehnya menurut Abah tidak ada satupun dari ke lima anaknya Adri (29), Agung (28), Arfi (26), Banis (24), dan Aya (23), yang mengikuti jejaknya menggubah lagu, tetapi abah tidak bisa memaksakan mereka karena menurutnya setiap individu itu berbeda-beda dan unik.

1 Comments:

At January 23, 2009 at 8:43 PM , Anonymous Anonymous said...

ya, om iwan ini saya liat waktu launching di jakarta. musiknya bagus, sangat menyentuh hati. hhe. dan menurut saya dia adalah guru bagi musik balada di Indonesia

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home